“Apapun bahannya, pengawet alami harus ada. Pengawet
buatan tidak akan membuat umur panjang.”
S
|
uasana pasar Jatinangor di pagi hari cukup ricuh. Jalanan
pasar yang kotor, berkuman. Banyak sampah yang berserakan. Ada yang belum
mandi. banyaknya kubangan. Banyak tangan-tangan yang kotor. Sangat tidak
higienis. Di pasar tradisional, sayuran memang sangat segar. Tak hanya itu,
daging ayam, daging sapi, ikan pun terlihat sangat segar. Namun, yang dijajakan
di pasar hanya bertahan hingga pukul 10 pagi. Setelah itu, semua tampak melayu
dan bahkan mengeras.
Suasana seperti itulah yang membuat Prof. Indira
Lanti K, SPt., MS melakukan penelitian untuk bahan pengawet alami. Berawal dari
limbah kokoa yang diberikan oleh PT. CERES kepada Fakultas Teknologi Industri
Pertanian Universitas Padjajaran. “CERES memberikan limbah kokoa biasanya
dijadikann bahan ternak, Sebenarnya banyak alternatif. Saya mempunyai inovasi
lain. Mengapa tidak dijadikan pengawet alami bagi makanan, khususnya daging
ayam yang hanya tahan di suhu ruangan 5-6 jam saja.” Tutur Dosen Teknologi
Pangan Universitas Padjajaran ini pada Jumat, 2 Juni lalu.
Limbah kokoa dapat dijadikan anti bakteri
dari penguraian likninnya, kulit kokoa yang keras memang harus diuraikan
terlebih dahulu linkninnya. Ketika sudah diurai, liknin pada kokoa ini menjadi
pektin. Biasanya, pektin digunakan dalam permen.
Prof.
Indira Lanti K, SPt., MS menjelaskan hasil penelitiannya di Gedung Teknik
Pangan Universitas Padjajaran pada Jumat (2/6)
Permasalahan mengenai pengawet kimia seperti
formalin dan boraks memang sangat ramai dibicarakan. Ia memanfaatkan fenomena
tersebut untuk melakukan penelitiannya. Namun sebelumnya ia karakterisasi
terlebih dahulu anti bakterinya. Kemudian ia pelajari bagaimana penguraian
likninnya. Liknin jika dikonsumsi akan sakit tenggorokan, berbeda dengan tepung
yang halus. Maka dari itu ia manfaatkan pektin pada likninnya.
Makanan yang diberi pengawet oleh boraks
atau formalin sifatnya teksturnya menjadi lebih kenyal, warnanya menjadi lebih
terang dan mengkilat, untuk soal rasa ketika dimasak tetap saja rasanya tidak
berubah. Namun itu berbahaya. Bberbeda dengan kokoa, tekstur tetap, hanya warna
yang berubah menjadi kecoklatan. Bau asam pada coklat tercium namun tidak
mencolok. Ketika dimasak tanpa menggunakan bumbu rempah-rempah rasa coklatnya
terasa, namun ketika dibaluri rempah-rempah, rasa ayamnya tidak berubah. “kalau
digoreng biasa rasanya seperti coklat aja seperti gimana, tapi kalau dibumbu
dulu udah ketutup”.
Hanya dengan cara menumbuk kulit ari kokoa
hingga halus. Lalu dikeringkan, dan dibalurkan kepada daging ayam mentah.
Daging tersebut akan mampu bertahan hingga 18 jam jika menggunakan skala lab.
Namun, untuk di pasar hanya bertahan hingga 8 jam saja. “itu sudah lebih baik
daripada tidak memkai pengawet. Setidaknya kesegaran masih tetap terjaga dari
pagi hingga sore hari di pasar tradisionnal. Anehlah jika penjual di pasar
tradisional barang tidk berpengawet yang dijualnya masih segar hingga sore
hari.” Ujarnya.
Prof.
Indira Lanti K, SPt., MS menjelaskan bahwa hasil akhir pengawetan terletak di perbedaan warna
daging ayam. Ia menjelaskan di Gedung Teknik Pangan Universitas Padjajaran pada
Jumat (2/6)
Penelitian yang berawal sejak tahun 2011
ini dapat dikatakan berhasil. Untuk membuktikan penelitian. Prof Indira terjun
langsung ke lapangan. Ia menyewa lapak di Pasar Tradisional Jatinangor. Pada
awalnya, masyarakat disana kaget akan kedatangannya. “Mereka kaget, dikira saya
dari BPOM. Takut penggerebekan. Padahal kan saya hanya penelitian. Siapa tahu
ini dapat membantu”. Masyarakat disana sedikit bingung karena ada bau asam
coklat pada daging ayam. Banyak sekali pertanyaan yang dilontarkan mereka tanda
antusias terhadap apa yang ia teliti. “perlu adanya sosialiasi lagi apakah
mereka menerima hasil penelitian saya atau tidak”.
Selain pada daging ayam, Prof Indira juga
melakukan penelitian pada bakso. Ia mengatakan bahwa bakso yang sudah diawetkan
dengan kulit kakao tidak terlalu berpengaruh. Namun masih harus di teliti lagi
apakah konsumen menerima atau tidak. Bakso pun tahan disimpan di ruang suhu
setelah menggunakan kulit kakao. Ia juga
memodifikasi penelitiannya dengan tambahan pengawet alami lain seperti
rempah-rempah seperti kunyit, lengkuas, dan jahe agar mengurangi bau asam pada
kulit kakao.
Lingkungan
berpengaruh. Semakin kotor lingkungan, semakin sedikit daya tahan makanan di
suhu ruang. Justru sebaliknya jika lingkungan bersih, maka makanan akan lebih
tahan lama disimpan disuhu ruangan. Semoga dengan adanya penelitian ini makin
banyak inspirator yang membuat pengawet alami untuk prodak hewani. Demi
kehidupan yang lebih baik lagi. Sehat itu mahal.
Prof.
Indira Lanti K, SPt., MS menjelaskan bahwa hasil akhir pengawetan terletak di perbedaan warna
daging ayam. Ia menjelaskan di Gedung Teknik Pangan Universitas Padjajaran pada
Jumat (2/6)
Melati Nurul Khotimah
The Dog House | Goyang Golf
BalasHapusGetaway is 사이트제작 your one-stop spot for exciting fun and entertainment. The Dog House is a fun, 온라인 바카라 safe, and fun, 안전사이트 friendly, home 무료슬롯머신 for the best and most 블랙 잭 게임 family entertainment